Selasa, 14 Januari 2014

Rumah Tradisional Melayu-KEINDAHAN SENI RAGAM HIAS MELAYU

Rumah Tradisional Melayu

 

1. Rumah Melayu/Balai Adat Melayu Riau

Rumah adat di daerah Riau bernama Selaso Jatuh Kembar. Ruangan rumah ini terdiri dari ruangan besar untuk tempat tidur. ruangan bersila, anjungan dan dapur. Rumah adat ini dilengkapi pula dengan Balai Adat yang dipergunakan untuk pertemuan dan musyawarah adat.
SUMBER CORAK
Corak dasar Melayu Riau umumnya bersumber dari alam, yakni terdiri atas flora, fauna, dan benda-benda angkasa. Benda-benda itulah yang direka-reka dalam bentuk-bentuk tertentu, baik menurut bentuk asalnya seperti bunga kundur, bunga hutan, maupun dalam bentuk yang sudah diabstrakkan atau dimodifikasi sehingga tak lagi menampakkan wujud asalnya, tetapi hanya menggunakan namanya saja seperti itik pulang petang, semut beriring, dan lebah bergantung.

Di antara corak-corak tersebut, yang terbanyak dipakai adalah yang bersumber pada tumbuh-tumbuhan (flora). Hal ini terjadi karena orang Melayu umumnya beragama Islam sehingga corak hewan (fauna) dikhawatirkan menjurus kepada halhal yang berbau “keberhalaan”. Corak hewan yang dipilih umumnya yang mengandung sifat tertentu atau yang berkaitan dengan mitos atau kepercayaan tempatan. Corak semut dipakai -walau tidak dalam bentuk sesungguhnya, disebut semut beriringkarena sifat semut yang rukun dan tolong-menolong. Begitu pula dengan corak lebah, disebut lebah bergantung, karena sifat lebah yang selalu memakan yang bersih, kemudian mengeluarkannya untuk dimanfaatkan orang ramai (madu). Corak naga berkaitan dengan mitos tentang keperkasaan naga sebagai penguasa lautan dan sebagainya. Selain itu, benda-benda angkasa seperti bulan, bintang, matahari, dan awan dijadikan corak karena mengandung nilai falsafah tertentu pula.
Ada pula corak yang bersumber dari bentuk-bentuk tertentu yakni wajik(Belah ketupat), lingkaran, kubus, segi, dan lain-lain. Di samping itu, ada juga corak kaligrafi yang diambil dari kitab Alquran. Pengembangan corak-corak dasar itu, di satu sisi memperkaya bentuk hiasan. Di sisi lain, pengembangan itu juga memperkaya nilai falsafah yang terkandung di dalamnya.
RAGAM ORNAMEN
Bangunan BALAI ADAT MELAYU RIAU pada umumnya diberi ragam hiasan, mulai dari pintu,jendelah,vetilasi sampai kepuncak atap bangunan,ragam hias disesuaikan dengan makna dari setiap ukiran.
Selembayung
Selembayung disebut juga “ selo bayung “ dan “tanduk buang” adalah hiasan yang terletak bersilangan pada kedua ujung perabung bangunan.pada bangunan balai adat melayu ini setiap pertemuan sudut atap di beri selembayung yang terbuat dari ukiran kayu.
Hiasan pada pintu dan jendelah
Hiasan pada bagian atas pintu dan jendelah yang disebut”lambai-lambai”,melambangkan sikap ramah tamah. Hiasan “Klik-klik” disebut kisi-kisi dan jerajak pada jendelah dan pagar.


Rumah Lancang (Rumah Tradisional Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)
Asal-Usul
Rumah Lancang atau Pencalang merupakan nama salah satu Rumah tradisional masyarakat Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, Indonesia. Selain nama Rumah Lancang atau Pencalang, Rumah ini juga dikenal dengan sebutan Rumah Lontik. Disebut Lancang atau Pencalang karena bentuk hiasan kaki dinding depannya mirip perahu, bentuk dinding Rumah yang miring keluar seperti miringnya dinding perahu layar mereka, dan jika dilihat dari jauh bentuk Rumah tersebut seperti Rumah-Rumah perahu (magon) yang biasa dibuat penduduk. Sedangkan nama Lontik dipakai karena bentuk perabung (bubungan) atapnya melentik ke atas.
Rumah Lancang merupakan Rumah panggung. Tipe konstruksi panggung dipilih untuk menghindari bahaya serangan binatang buas dan terjangan banjir. Di samping itu, ada kebiasaan masyarakat untuk menggunakan kolong rumah sebagai kandang ternak, wadah penyimpanan perahu, tempat bertukang, tempat anak-anak bermain, dan gudang kayu, sebagai persiapan menyambut bulan puasa. Selain itu, pembangunan Rumah berbentuk panggung sehingga untuk memasukinya harus menggunakan tangga yang mempunyai anak tangga berjumlah ganjil, lima, merupakan bentuk ekspresi keyakinan masyarakat.
Dinding luar Rumah Lancang seluruhnya miring keluar, berbeda dengan dinding dalam yang tegak lurus. Balok tumpuan dinding luar depan melengkung ke atas, dan, terkadang, disambung dengan ukiran pada sudut-sudut dinding, maka terlihat seperti bentuk perahu. Balok tutup atas dinding juga melengkung meskipun tidak semelengkung balok tumpuan. Lengkungannya mengikuti lengkung sisi bawah bidang atap. Kedua ujung perabung diberi hiasan yang disebut sulo bayung. Sedangkan sayok lalangan merupakan ornamen pada keempat sudut cucuran atap. Bentuk hiasan beragam, ada yang menyerupai bulan sabit, tanduk kerbau, taji dan sebagainya.
Keberadaan Rumah Lancang, nampaknya, merupakan hasil dari proses akulturasi arsitektur asli masyarakat Kampar dan Minangkabau. Dasar dan dinding Rumah yang berbentuk seperti perahu merupakan ciri khas masyarakat Kampar, sedangkan bentuk atap lentik (Lontik) merupakan ciri khas arsitektur Minangkabau. Proses akulturasi arsitektur terjadi karena daerah Kampar merupakan alur pelayaran, Sungai Mahat, dari Lima Koto menuju wilayah Tanah Datar di Payakumbuh, Minangkabau. Daerah Lima Koto mencakup Kampung Rumbio, Kampar, Air, Tiris, Bangkinang, Salo, dan Kuok. Oleh karena Kampar merupakan bagian dari alur mobilitas masyarakat, maka proses akulturasi merupakan hal yang sangat mungkin terjadi. Hasil dari proses akulturasi tersebut nampak dari keunikan Rumah Lancang yang sedikit banyak berbeda dengan arsitektur bangunan di daerah Riau Daratan dan Riau Kepulauan.
Rumah Belah Bubung (Rumah Tradisional Melayu di Kepulauan Riau)

Asal-Usul
Kepulauan Riau merupakan salah satu satu provinsi di Indonesia. Daerah ini merupakan gugusan pulau yang tersebar di perairan selat Malaka dan laut Cina selatan. Keadaan pulau-pulau itu berbukit dengan pantai landai dan terjal. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan dan petani. Sedangkan agama yang dianut oleh sebagian besar dari mereka adalah Islam.
Kondisi alam dan keyakinan masyarakat Kepulauan Riau sangat mempengaruhi pola arsitektur rumahnya. Pengaruh alam sekitar dan keyakinan dapat dilihat dari bentuk rumahnya, yaitu berbentuk panggung yang didirikan di atas tiang dengan tinggi sekitar 1,50 meter sampai 2,40 meter. Penggunaan bahan-bahan untuk membuat rumah, pemberian ragam hias, dan penggunaan warna-warna untuk memperindah rumah merupakan bentuk adaptasi terhadap lingkungan dan ekpresi nilai keagamaan dan nilai budaya.
Salah satu rumah untuk tempat tinggal masyarakat Kepulauan Riau adalah rumah Belah Bubung. Rumah ini juga dikenal dengan sebutan rumah Rabung atau rumah Bumbung Melayu. Nama rumah Belah Bubung diberikan oleh orang Melayu karena bentuk atapnya terbelah. Disebut rumah Rabung karena atapnya mengunakan perabung. Sedangkan nama rumah Bubung Melayu diberikan oleh orang-orang asing, khususnya Cina dan Belanda, karena bentuknya berbeda dengan rumah asal mereka, yaitu berupa rumah Kelenting dan Limas.
Nama rumah ini juga terkadang diberikan berdasarkan bentuk dan variasi atapnya, misalnya: disebut rumah Lipat Pandan karena atapnya curam; rumah Lipat Kajang karena atapnya agak mendatar; rumah Atap Layar atau Ampar Labu karena bagian bawah atapnya ditambah dengan atap lain; rumah Perabung Panjang karena Perabung atapnya sejajar dengan jalan raya; dan rumah Perabung Melintang karena Perabungnya tidak sejajar dengan jalan.
Besar kecilnya rumah yang dibangun ditentukan oleh kemampuan pemiliknya, semakin kaya seseorang semakin besar rumahnya dan semakin banyak ragam hiasnya. Namun demikian, kekayaan bukan sebagai penentu yang mutlak. Pertimbangan yang paling utama dalam membuat rumah adalah keserasian dengan pemiliknya. Untuk menentukan serasi atau tidaknya sebuah rumah, sang pemilik menghitung ukuran rumahnya dengan hitungan hasta, dari satu sampai lima. Adapun uratannya adalah: ular berenang, meniti riak, riak meniti kumbang berteduh, habis utang berganti utang, dan hutang lima belum berimbuh. Ukuran yang paling baik adalah jika tepat pada hitungan riak meniti kumbang berteduh.

Rumah Adat Melayu Limas Potong
Limas Potong adalah salah satu bentuk rumah tradisional masyarakat melayu Riau Kepulauan. Rumah Limas Potong berbentuk rumah panggung, sebagaimana rumah tradisional di Sumatra pada umumnya. Tingginya sekitar 1,5 meter dari atas permukaan tanah. Dinding rumah terbuat dari susunan papan warna coklat, sementara atapnya berupa seng warna merah. Kusen pintu, jendela serta pilar anjungan depan rumah dicat minyak warna putih.
Jenis rumah adat melayu yang lain adalah rumah tradisional Belah Bubung. Kalau di Riau daratan, rumah tradisionalnya ada Rumah Lontik, dan Rumah Salaso Jatuh Kembar.


Rumah Melayu - Tebing Tinggi (Sumatera Utara). Rumah Tradisional Melayu ini kondisinya sudah cukup tua. Dahulu merupakan tempat kediaman Tengku Abin. Terletak di Bulian - Tebing Tinggi
Rumah Melayu Batubara. Melayu Batubara adalah salah satu sub puak di Pesisir Timur Sumatera Utara
Rumah Melayu Batubara
Rumah Melayu di Pesisir Barat Sumatera
Rumah Penduduk di Serapoh Asli - Tanjung Pura Langkat - Sumatera Utara. (koleksi: M Muhar Omtatok)
Rumah Penduduk di Serapoh Asli - Tanjung Pura Langkat - Sumatera Utara

Rumah Melayu di Labuhan - Medan Sumatera Utara
(koleksi: M Muhar Omtatok)
Perkebunan Marendal - pinggiran kota Medan menuju Deli Serdang Sumatera Utara







Rumah-rumah tradisional Melayu telah diwarisi semenjak beratus tahun yang lalu. Gaya dan bentuk bangunannya dipengaruhi oleh cara hidup, ekonomi, alam persekitaran dan iklim.

Iklim adalah perkara yang penting yang mempengaruhi bentuk senibina. Negara kita mempunyai hawa yang panas dan hujan yang selalu turun dengan lebat. Rumah-rumah dan bangunan dibina dengan berpanggung atau bertiang. Rumah dibina demikian keranamemberi laluan atau pengedaran udara.

Rumah yang bertiang dapat mengelak daripada ditenggelami air apabila berlaku banjir. Bentuk bumbung yang curam yang dipanggil "lipat kajang" dapat memudahkan curahan air hujan. Lantai dan dinding rumah yang diperbuat daripada anyaman peluhan adalah untuk memudahkan pengedaran udara dan untuk mengurangkam rasa bahang panas.
Rumah yang awal yang digunakan oleh Melayu dipanggil "dangau" atau "teratak". Bentuk rumah tradisi ini adalah ringkas. Pada masa dahulu, tiang rumah adalah bulat dan diperbuat daripada anak-anak pokok kayu. seluruh rumah diperbuat daripada kayu dan bumbungnya daripada atap nipah atau rumbia.

Mendirikan rumah dilakukan dengan gotong royong, dengan terlebih dahulu melihat hari baik, dengan cara ‘ketiko/ketike’- ‘menengok langkah’. Setelah selesai dan ingin dihuni, diadakan kenduri dan tepung tawar.

Puri Seri Menanti di Kampong Semut - Tebing Tinggi - Sumatera Utara

 
 

2. KEINDAHAN SENI RAGAM HIAS MELAYU



oleh: M Muhar Omtatok

Saat memasuki sebuah bangunan arsitektur tradisional, di dalamnya kita akan mendapatkan adanya perlengkapan interior yang juga khas daerah setempat, termasuk pilarnya, ukiran daun pintu sebuah rumah, ornamen lubang angin di atas pintu kamar dan jendela, kursi dan meja serta detail arsitektur lain. Itulah Seni ragam hias atau ornamen yang merupakan warisan budaya tradisi, saat ini masih biasa di jumpai di seluruh pelosok tanah air, walau tidak terlestari seperti zamannya.

Ornamen ragam hias Melayu Sumatera Timur, selain sebagai nilai estetik pada sebuah bangunan arsitektur, juga kita temukan pada seni kriya bahkan pada makanan-makan tertentu yang di-tebuk (di-ukir); misalnya saja pada manisan tradisional yang disebut Halua. Dari Khazanah Melayu Sumatera, ada beberapa motif Ragam Hias yang digunakan dalam berbagai kepentingan. Pada sebuah kapal, lancang atau perahu dibuat ornamen khusus. Bahkan beberapa Ragam Hias juga mempunyai yang disejajarkan dengan Rajah Spiritual.


Buku Bemban merupakan motif Ragam Hias yang dianyam yang beragam. Ada yang sederhana seperti diatas hingga sarat hiasan. Mempunyai filsafat akan kebaikan dan kemakmuran.
Dalam Kuliner Melayu, mengenal manisan buah yang disebut Halua. Salah satu bahan adalah buah betik (pepaya0 yang dianyam menjadi motif buku bemban. Dahulu disajikan pada golongan bangsawan saja.


Motif Melayu ini disebut Sayap Layang-Layang. Dimaknai sebagai Simbol Kegagahan, Mampu Menghadapi Halangan & Rintangan, Penangkal Kejahatan dan Simbol Memperoleh Hasil Usaha yg maksimal. Karenanya Atap rumah (kajang angkap) orang Melayu serta haluan kapal, sering dipasang motif ini.


Motif Tapak Sulaiman adalah motif dasar di Melayu, yang bentuknya mengalami berbagai variasi, sebagai simbol kebaikan.


Ornamen ini bernama Siguntang Mahmeru, merupakan simbol kejayaan, Keabadian dan kemakmuran.


Walau di Melayu, ornamen hewan secara utuh sangat jarang bisa kita temukan, namun motif Naga Bekaluk di atas tampak utuh. Ini merupakan simbol kejantanan, keperkasaan dan percayadiri.




Itik Pulang Petang. Simbol kesabaran, kedisiplinan dan taat hukum.

Lebah Begantung. Pelambang kesetiaan, punya faedah yang banyak, rajin, tawar penyakit, begagan, beturai, bersyahadat, namun apa bila musuh menjual pantang tak dibeli dan selalu mendatangkan kebaikan.


Semut Beriring. Sebagai lambing kerajinan, gotong royong, tetap pendirian dan tahu diri.


Badak Balek. Simbol pagar diri



Selembayung. Orang Melayu meletakkannya di puncak rumah, sebagai simbol tangkal gaib, kemakmuran dan ketentraman.

Pucuk Rebung

Awan Larat. Motif ini bermakna Harmoni seia sekata by erick